twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Sunday, June 12, 2011

makalah jual beli

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
                Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad jual beli untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa
.                                                 
                      Dalam hal ini implementasi jual beli dalam kehidupan sehari-hari sangatlah perlu spesipikasi melihat beragamnya car bertransaksi.  Dalam pembahsan makalah kami kali ini akan dijelaskan tentang hokum jual beli dalam islam yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar untuk melakukan akad-akad lainnya secara khusus . Maka dari itu, dalam makalah ini saya akan mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan jual beli .
B.     Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.      bagaimana hukum jual beli dan akad jual beli dalam islam?
2.      apa sajakah syarat sah jual beli?
3.      dalam islam adakah landasan khiyar (memilih) dalam jual beli

BAB II
PEMBAHASAN
Hukum Jual Beli dalam Islam
  1. Pengertian Jual Beli
Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya.
  1. Hukum Jual Beli
Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas
Allah Ta'ala berfirman : " Dan Allah menghalalkan jual beli Al Baqarah"
Allah Ta'ala berfirman : " tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu "
(Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)
Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya"
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)
Dan para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong kepada perkara jual beli, karena kebutuhan manusia berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka jelaslah hikmah itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik sampai kepada tujuan yang dikehendaki. .
  1. Akad Jual Beli :
Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan :
• Bentuk perkataan terdiri dari Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual seperti ucapan " saya jual" dan Qobul yaitu ucapan yang keluar dari pembeli dengan ucapan "saya beli "
• Bentuk perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari perbuatan mengambil dan memberi seperti penjual memberikan barang dagangan kepadanya (pembeli) dan (pembeli) memberikan harga yang wajar (telah ditentukan).
Dan kadang bentuk akad terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus :
Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli Muathoh ada beberapa gambaran
  1. Penjual hanya melakukan ijab lafadz saja, dan pembeli mengambilnya seperti ucapan " ambilah baju ini dengan satu dinar, maka kemudian diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu seperti mengucapkan "ambilah baju ini dengan bajumu", maka kemudian dia mengambilnya.
  2. Pembeli mengucapkan suatu lafadz sedang dari penjual hanya memberi, sama saja apakah harga barang tersebut sudah pasti atau dalam bentuk suatu jaminan dalam perjanjian.(dihutangkan)
  3. Keduanya tidak mengucapkan lapadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai.
  1. Syarat Sah Jual Beli
Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang beraqad dan (barang) yang diaqadi, apabila salah satu dari syarat tersebut hilang atau gugur maka tidak sah jual belinya. Adapun syarat tersebut adalah sbb :
Ø  Bagi yang beraqad :
  1. Adanya saling ridha keduanya (penjual dan pembeli), tidak sah bagi suatu jual beli apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa tanpa haq (sesuatu yang diperbolehkan) berdasarkan firman Allah Ta'ala " kecuali jika jual beli yang saling ridha diantara kalian ", dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "hanya saja jual beli itu terjadi dengan asas keridhan" (HR. Ibnu Hiban, Ibnu Majah, dan selain keduanya), adapun apabila keterpaksaan itu adalah perkara yang haq (dibanarkan syariah), maka sah jual belinya. Sebagaimana seandainya seorang hakim memaksa seseorang untuk menjual barangnya guna membayar hutangnya, maka meskipun itu terpaksa maka sah jual belinya.
  2. Yang beraqad adalah orang yang diperkenankan (secara syariat) untuk melakukan transaksi, yaitu orang yang merdeka, mukallaf dan orang yang sehat akalnya, maka tidak sah jual beli dari anak kecil, bodoh, gila, hamba sahaya dengan tanpa izin tuannya.
(catatan : jual beli yang tidak boleh anak kecil melakukannya transaksi adalah jual beli yang biasa dilakukan oleh orang dewasa seperti jual beli rumah, kendaraan dsb, bukan jual beli yang sifatnya sepele seperti jual beli jajanan anak kecil, ini berdasarkan pendapat sebagian dari para ulama pent)
  1. Yang beraqad memiliki penuh atas barang yang diaqadkan atau menempati posisi sebagai orang yang memiliki (mewakili), berdasarkan sabda Nabi kepada Hakim bin Hazam " Janganlah kau jual apa yang bukan milikmu" (diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Tirmidzi dan dishahihkan olehnya). Artinya jangan engkau menjual seseuatu yang tidak ada dalam kepemilikanmu.
Berkata Al Wazir Ibnu Mughirah Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa tidak boleh menjual sesuatu yang bukan miliknya, dan tidak juga dalam kekuasaanya, kemudian setelah dijual dia beli barang yang lain lagi (yang semisal) dan diberikan kepada pemiliknya, maka jual beli ini bathil
Ø  Bagi (Barang) yang di aqad
1.      Barang tersebut adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya secara mutlaq, maka tidak sah menjual sesuatu yang diharamkan mengambil manfaatnya seperti khomer, alat-alat musik, bangkai berdasarkan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam " Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual bangkai, khomer, dan patung (Mutafaq alaihi). Dalam riwayat Abu Dawud dikatakan " mengharamkan khomer dan harganya, mengharamkan bangkai dan harganya, mengharamkan babi dan harganya", Tidak sah pula menjual minyak najis atau yang terkena najis, berdasarkan sabda Nabi " Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu (barang) mengharamkan juga harganya ", dan di dalam hadits mutafaq alaihi: disebutkan " bagaimana pendapat engkau tentang lemak bangkai, sesungguhnya lemak itu dipakai untuk memoles perahu, meminyaki (menyamak kulit) dan untuk dijadikan penerangan", maka beliau berata, " tidak karena sesungggnya itu adalah haram.".
2.      Yang diaqad baik berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk didapatkan (dikuasai), karena sesuatu yang tidak dapat didapatkan (dikuasai) menyerupai sesuatu yang tidak ada, maka tidak sah jual belinya, seperti tidak sah membeli seorang hamba yang melarikan diri, seekor unta yang kabur, dan seekor burung yang terbang di udara, dan tidak sah juga membeli barang curian dari orang yang bukan pencurinya, atau tidak mampu untuk mengambilnya dari pencuri karena yang menguasai barang curian adalah pencurinya sendiri..
3.      Barang yang diaqadi tersebut diketahui ketika terjadi aqad oleh yang beraqad, karena ketidaktahuan terhadap barang tersebut merupakan suatu bentuk penipuan, sedangkan penipuan terlarang, maka tidak sah membeli sesuatu yang dia tidak melihatnya, atau dia melihatnya akan tetapi dia tidak mengetahui (hakikat) nya. Dengan demikian tidak boleh membeli unta yang masih dalam perut, susu dalam kantonggnya. Dan tidak sah juga membeli sesuatu yang hanya sebab menyentuh seperti mengatakan "pakaian mana yang telah engkau pegang, maka itu harus engkau beli dengan (harga) sekian " Dan tidak boleh juga membeli dengam melempar seperti mengatakan "pakaian mana yang engaku lemparkan kepadaku, maka itu (harganya0 sekian. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radiallahu anhu bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan hasil memegang dan melempar" (mutafaq alaihi). Dan tidak sah menjual dengan mengundi (dengan krikil) seperti ucapan " lemparkan (kerikil) undian ini, maka apabila mengenai suatu baju, maka bagimu harganya adalah sekian "



  1. Khiyar (memilih) dalam Jual Beli
Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang penuh kemudahan dan syamil (menyeluruh) meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Termasuk dalam maslahat tersebut adalah sesuatu yang Allah syariatkan dalam jual beli berupa hak memilih bagi orang yang bertransaksi, supaya dia puas dalam urusannya dan dia bisa melihat maslahat dan madharat yang ada dari sebab akad tersebut sehingga dia bisa mendapatkan yang diharapkan dari pilihannya atau membatalkan jual belinya apabila dia melihat tidak ada maslahat padanya.
1.      Pengertian Khiyar
Khiyar (memilih) dalam jual beli maknanya adalah memilih yang terbaik dari dua perkara untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli. Khiyar terdiri dari delapan macam :
    1. Khiyar Masjlis (pilihan majelis)
    2. Khiyar Syarat
    3. Khiyar Ghobn
    4. Khiyar Tadlis
    5. Khiyar Aib
    6. Khiyar Takhbir Bitsaman
    7. Khiyar bisababi takhaluf
    8. Khiyar ru’yah










BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka kami dapat menraik kesimpulan bahwa: Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas. Khiyar (memilih) dalam jual beli maknanya adalah memilih yang terbaik dari dua perkara untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli. Khiyar terdiri dari delapan macam :
a.       Khiyar Masjlis (pilihan majelis)
b.      Khiyar Syarat,
c.       Khiyar Ghobn,
d.      Khiyar Tadlis,
e.       Khiyar Aib
f.       Khiyar Takhbir Bitsaman
g.      Khiyar bisababi takhaluf
h.      Khiyar ru’yah


No comments:

Post a Comment