Salah satu misi Rasulullah diutus ke dunia ini oleh
Allah adalah membangun rakyat yang beradab. Langkah awal yang dilakukan Nabi Muhammad
menanamkan pemahaman keimanan dan keberadaannya di muka bumi ini. Ajaran nabi
menjadikan manusia sebagai pribadi yang bebas
dalam mengoptimalkan potensi dirinya. Kebebasan merupakan unsur kehidupan yang
paling mendasar dipergunakan sebagai syarat untuk mencapai keseimbangan hidup.
Nilai-nilai manusiawi inilah yang menyebabkan ajaran Nabi Muhammad berlaku
hingga akhir zaman.
Setelah wafatnya nabi kepemimpinan dipegang oleh Khulafa
al Rasyidin, berbagai perkembangan, gagasan, dan pemikiran muncul pada masa
itu. Hal ini tercermin dari kebijakan-kebijakan yang berbeda antar Khalifah itu
sendiri, kebijakan-kebijakan itupun muncul sebagai akibat dari munculnya
masalah-masalah baru. Salah satunya pemenuhan kehidupan masyarakat di bidang ekonom
i sehingga masalah teknis untuk mengatasi masalah-masalah perniagaan muncul pada waktu itu. Sejumlah aturan yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadist Nabi hadir untuk memecahkan masalah ekonomi yang ada. Masalah ekonomi menjadi bagian yang penting pada masa itu.
i sehingga masalah teknis untuk mengatasi masalah-masalah perniagaan muncul pada waktu itu. Sejumlah aturan yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadist Nabi hadir untuk memecahkan masalah ekonomi yang ada. Masalah ekonomi menjadi bagian yang penting pada masa itu.
Pemikiran ekonomi Islam dimulai sejak Muhammad dipilih
menjadi rasul, beliau mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut dengan
kemaslahatan umat, selain masalah hukum dan politik, tetapi juga masalah
ekonomi atau perniagaan-mu’amalat. Masalah ekonomi rakyat menjadi perhatian
Rasulullah karena masalah itu merupakan pilar penyangga keimanan yang harus
diperhatikan, hal ini terbukti dengan adanya hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim. Rasulullah bersabda yang artinya : “Kemiskinan membawa kepada kekafiran.”
Maka upaya memberantas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan Rasulullah SAW.
Selanjutnya kebijakan-kebijakan Rasulullah menjadi pedoman oleh pada
penggantiNya yaitu Khulafa al Rasyidin dalam memutuskan kebijakan-kebijakan
ekonomi. Al-Qur’an dan hadist menjadi sumber dasar sebagai teori ekonomi.
Membicarakan
sistem ekonomi Islam secara utuh, tidak cukup dikemukakan pada tulisan yang
sempit ini, karena sistem ekonomi Islam mencakup beberapa segi dan mempunyai
ketergantungan dengan beberapa disiplin ilmu lainnya sebagaimana juga yang ditemukan
pada studi ekonomi umum. Persolan sistem bank syariah hanyalah sebagian kecil
dari sederetan masalah-masalah yang terdapat dalam studi ekonomi Islam. Kendati
demikian, sistem ekonomi Islam mempunayi ciri khas dibanding sistem ekonomi
lain (kapitalis-sosialis). Ekonomi Islam bersifat robbani, menjunjung tinggi
etika, menghargai hak-hak kemanuisaan dan bersifat moderat.
A.
Kontribusi
Ekonomi Musim Klasik
Sejarah membuktikkan bahwa para pemikir muslim merupakan
penemu, peletak dasar, dan pengembang dalam berbagai bidang-bidang ilmu.
Nama-nama pemikir muslim bertebaran di sana-sini menghiasi arena ilmu-ilmu
pengetahuan. Baik ilmu alam maupun ilmu sosial. Mulai dari filsafat,
matematika, astronomi, ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah, sosiologi, psikologi,
pedagogi, sampai termasuk juga ilmu ekonomi.
Para pemikir klasik muslim tidak terjebak untuk
mengotak-ngotakkan barbagai macam ilmu tersebut seperti yang dilakukan para
pemikir saat ini. Mereka melihat ilmu-ilmu
tersebut sebagai “ayat-ayat” Allah yang bertebaran di seluruh alam.
Dalam pandangan mereka, ilmu-ilmu itu walaupun sepintas terlihat berbeda-beda
dan bermacam-macam jenisnya, namun pada hakikatnya berasal dari sumber yang
satu, yakni dari Yang Maha Mengetahui seluruh ilmu, Yang Maha Benar, Allah SWT.
Para pemikir muslim memang melakukan klasifikasi terhadap berbagai macam ilmu,
tetapi yang dilakukan oleh mereka adalah pembeda, bukan pemisahan. Oleh karena
itu, tidaklah mengherankan bila para pemikir klasik muslim menguasai bebagai
macam bidang ilmu. Ibnu Sina (980-1037M), sebagai contoh, selain terkenal
sebagai ahli kedokteran,[1] juga ahli filsafat.
Bahkan ia juga mendalami psikologi dan musik. Al-Ghazali (450H/1058M-505/111M),[2]
selain banyak membahas masalah-masalah fiqh (hukum), ilmu qalam (teologi), dan
tasawuf, beliau juga banyak membahas masalah filsafat, pendidikan, psikologi,
ekonomi, dan pemerintahan. Sayangnya tradisi pemikiran seperti ini tidak
berlanjut sampai sekarang karena mundurnya peradaban umat muslim hampir
disegala bidang. Kemunduran sebagian disebabkan karena musuh dari luar,
sebagian lagi disebabkan oleh sikap umat muslim sendiri. Umat muslim tenggelam
lama dalam tidur nyeyaknya. Kegiatan
berpikir berhenti sehingga umat muslim mengalami kemerosotan disegala
bidang. Mulai dari bidang politik, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, sosial,
seni, dan kebudayaan. Lama-kelamaan peradaban muslim tidak terdengar gaungnya
untuk jangka waktu yang lama. Bahkan negeri-negeri muslim akhirnya menjadi
sasaran empuk penjajahan bangsa-bangsa non-muslim. Banyak industri khas Islami
yang terpinggirkan (untuk tidak menyebut hilang). Kedaulatan politik diambil
alih oleh bangsa penjajah warisan Romawi. Institusi ekonomi Islam (baitul maal,
al-hisbah, suftaja, hawala,funduk, dar al-Tiraz, Ma’una dan lain-lain)
terpinggirkan. Dalam bidang seni dan budaya Barat. Dalam bidang seni dan
budaya, terjadi pengekoran yang membabi buta terhadap budaya Barat. Dalam
bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, terjadi sekularisme. Hasilnya, pada
masa kini umat muslim identik dengan
kebodohan dan kemiskinan.[3] (sungguh ironis
mengingat ayat Al-Qur’an yang pertama turun adalah perintah “Iqra”; “Bacalah”
dan mengingat salah satu doa nabi yang selalu beliau ulang-ulang: ”Ya Allah,
aku berlidung kepada-Mu kekufuran dan
kefaqiran…”
Di tengah-tengah keadaan seperti ini terjadilah proses
kehilangan fakta-fakta sejarah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
Andil pemikir-pemikir muslim dalam ilmu-ilmu pengetahuan tertutupi sehingga
bila kita membaca buku-buku sejarah ilmu pengetahuan, maka sebagian besar
menyatakan bahwa sejak zaman filosof-filosof Yunani yang mahsyur (Socrates,
Plato, Aritoteles, dan lain-lain) beberapa abad sebelum semua ilmu, tidak
terkecuali ilmu ekonomi.
Josheph Schumpeter,[4] misalnya dalam buku
opus-nya menyatakan adanya great gap
dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal umat muslim,
suatu hal yang berusaha ditutupi oleh Barat karena pemikiran ekonom muslim pada
masa inilah banyak dicuri oleh para ekonom Barat. Para ekonom muslim sendiri
mengakui, meraka banyak membaca dan dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Aritoteles
(367-322SM) sebagai filsuf yang banyak menulis masalah ekonomi. Namun mereka
tetap menjadikan Al-Qur’an dan hadist sebagai rujukan utama dalam menulis
teori-teori ekonomi Islami. Schumpeter menyebut dua kontribusi ekonom
scolastik, yaitu penemuan kembali tulisan-tulisan Aritoteles dan towering achievement st.Thomas Aquinas
(1255-1274). Schumpeter hanya menulis tiga baris dalam catatan kakinya nama
Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dalam kaitan proses transmisi pemikiran
Aritoteles kepada St.Thomas. Pemikiran
ekonomi St.Thomas sendiri banyak yang bertentangan dengan dogma-dogma gereja
sehingga para sejarahwan menduga St.Thomas mencuri ide-ide itu dari para ekonom
muslim.
Adapun proses pencurian terjadi dalam berbagai bentuk.
Pada abad ke-11 dan ke-12, sejumlah pemikir Barat seperti Contantine the
African, Adelard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah. Mereka belajar Bahasa
Arab dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke Eropa. Contohnya,
Leornado of Pisa belajar di Bougie, Aljazair pada abad ke-12. Ia juga belajar
aritmetika dan matematika Al-Khwarizmi (780-850M) dan sekembalinya dari sana ia
menulis buku Liber Abaci pada tahun
1202. Raymond Lyli (1223-1315) yang telah melakukan perjalanan ke negara-negara
Arab mendirikan lima universitas yang mengajarkan Bahasa Arab sehingga banyak
yang kemudian menerjemahkan karya-karya ekonom muslim. Diantara penerjemah
tersebut adalah adelard of Bath, Constantine the African, Michael Scot, Hermaan
the German, Dominic Gundislavi, John of Seville, Olato of Trivoli William of
Luna, Robert Chester, Gerard of Cremona,dan lain-lain. Sementara itu di antara
para penerjemah Yahudi adalah Jacob of Anatolio, Jacob ben Macher Ibn Tibbon,
Kalanymus ben kalonymus, Moses ben Solomon of Solon, Yakub ben Abbon Marie dan
lain-lain. Adapun karya-karya ekonom muslim yang diterjemahkan adalah Al-Kindi,
Al Farabi, Ibnu Sina, A- Ghazali, Ibnu Rusyd, Al-Khwarizmi, Ibnu Haytham. Ibnu
Hazm, Jabir Ibnu Hayyam, Ibnu Bajja, Ar-Razi.
Beberapa pemikiran ekonom muslim yang dicuri tanpa pernah disebut sumber
kutipannya antara lain:
1. Teori
Pareto Optimum diambil dari kitab Nahjul Balaghah Imam Ali.
2. Bar
Herbraeus, pendeta Syriac Jacobite Church, menyalin beberapa bab Ihya Ulumudin
Al-Ghazali.
3. Gresham-law
dan Oresme Treatrise dari dari kitab Ibnu Taimiyah.
4. Pendeta
gereja Spanyol Ordo Dominican Raymond Martini mayalin banyak bab dari Tahafut
Al-Falasifa, Maqasid Al-Falasifa, Al-Munqid, Misykat Al-Anwar, dan Ihya-nya
Al-Ghazali.
5. St.Thomas
menyakin banyak bab dari Al-Farabi (St.Thomas yamg belajar di Ordo Dominican
mempelajari ide-ide Al-Ghazalidari Bar Hebraeus dan Martini).
6. Bapak
Ekonomi Barat, Adam Smith (1776 M), dengan bukunya The Wealth Of Nation diduga
banyak mendapat inspirasi dari buku al-amwal-nya
Abu Ubayd (838 M) yang dalam bahsa Inggrisnya adalah persis judul bukunya Smith
The Wealth.
Dengan demikian, para
pemikir-pemikir ekonomi muslim telah mengidentifikasi banyak konsep, variable,
dan teori-teori ekonomi yang masih relevan hingga kini. Ibnu Al-Nadim
(438/1047M) mencatat nama beberapa ulama dengan sejumlah karya ilmiah yang
secara khusus membahas masalah ekonomi dan keuangan.[5]
Sebagian karya itu ada yang masih bertahan sampai sekarang, sebagian lagi sudah
hilang . Yang hilang itu antara lain:
1. Hafshawaih:
”Kitab Al-Kharaj.” Buku ini merupakan yang pertama dalam masalah ini.
2. Al-Hasan
Bin Ziyad Al-Lu’lu’I (204 H/819 M): “Al-Kharaj” dan Al-Nafaqat”.
3. Al-Haetsam
Bin Adi al-Kufi (114-207 H/732-831 M).
4. Al-Ashma;I,
Abu Abdul Malik (122-216 H/740-831 M): Kitab Al-Kharaj
5. Ja’far
Bin Mubasysyir (234 H/848 M).
6. Abdul
‘Abbas al-ahwal (270 H-883 M).
Oleh sebab para pemikir Islami sebenarnya
telah memberikan kontibusi yang sangat berarti bagi perkembangan ilmu ekonomi
modern. Dengan demikian, teori ekonoomi Islam
sebenarnya bukan ilmu baru.
Sikap umat muslim terhadap
ilmu-ilmu dari Barat, termasuk ilmu ekonomi versi “kovensional”, adalah la
takadzibuhu jamii’a, wala tushahhihuhu jamii’a (jangan menolak semuanya, dan
jangan pula menerima semuanya). Maka ekonomi muslim tidak perlu terkesima
dengan teori-teori ekonomi Barat. Ekonom muslim perlu mempunyai akses terhadap
kitab-kitab klasik Islami. Di lain pihak, fuqaha Islami perlu juga mempelajari
teori-teori ekonomi modern agar dapat menterjemahkan kondisi ekonomi modern
dalam bahasa kitab klasik Islami.
- Sejarah Ekonomi Islam
Pada masa pemerintahan Rasulullah, perkembangan ekonomi tidaklah begitu besar
dikarenakan sumber-sumber
yang ada pada masa itu belum
begitu banyak. Sampai tahun ke empat hijrah, pendapatan dan sumber daya negara
masih sangat kecil. Kekayaan pertama datang dari banu Nadar, suatu suku yang
tingggal di pinggiran Madinah. Kelompok ini masuk dalam Pakta Madinah tetapi mereka melanggar perjanjian bahkan berusaha untuk
membunuh Rasulullah. Nabi meminta mereka untuk meninggalkan kota namun mereka
menolaknya. Nabipun menyerahkan tentara dan mengepung mereka.
Akhirnya mereka menyerah dan setuju meninggalkan kota
dengan membawa barang-barang sebanyak daya angkutan unta, kecuali baju
baja-besi. Semua milik banu Nazir yang ditinggalkan menjadi milik kaum
muslimin. Rasulullah membagikan tanah ini sebagian besar kepada Muhajirin dan
orang-orang Anshar yang miskin. Pendapatan utama pada masa Rasulullah: Pendapatan utama pada masa ini
adalah zakat, yang berbeda dengan pajak. Zakat tidak diperlakukan dengan pajak.
Zakat merupakan kewajiban agama dan termasuk pilar Islam.
Pengeluaran dan penyaluran zakat ini diatur secara jelas dalam Al-Qur’an surah
at Taubah ayat 60 yang artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, miskin, badan kepengurusan zakat, para Mu’allaf-orang yang
baru masuk islam-yang dibujuk hatinya, untuk-memerdekakan-budak, orang-orang yang berhutang-untuk keperluan
agama,untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
Sumber pendapatan sekunder
antara lain:
- Uang tebusan untuk para tawanan perang
- Harta karun temuan pada periode sebelum Islam
- Harta benda kaum muslimin yang meninggalkan negerinya
- Wakaf harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam pendapatannya didepositokan ke baitul mal
- Nawaib, yaitu pajak yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya-borjuis
- Zakat fitrah
- Sedekah seperti korban dan korban dan Kaffarat- denda atas kesalahan yang dilakukan kaum muslimin pada acara ke agamaan seperti berburu pada musim haji.
Secara umum kita bisa membaginya sejarah perkembangan ekonomi Islam sebagai berikut:
a)
Periode Pertama/Fondasi
(Masa awal Islam-450 H/1058 M)
Pada periode ini banyak
sarjana muslim yang pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para
tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yang akurat.
Seperti Zayd bin Ali (120 H/798 M), Abu Yusuf (182/798), Muhammad Bin
Hasan al Shaybani (189/804), Abu Ubayd (224/838) Al Kindi (260/873), Junayd
Baghdadi (297/910), Ibnu Miskwayh (421/1030), dan lain-lain.
b)
Periode Kedua
(450-850 H/1058-1446 M)
Pemikiran ekonomi pada
masa ini banyak dilatarbelakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekadensi
moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun
secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf
kemakmuran. Terdapat pemikir-pemikir besar yang karyanya banyak dijadikan
rujukan hingga kini, misalnya Al Ghazali (451-505 H/1055-1111 M), Nasiruddin
Tutsi (485 H/1093 M), Ibnu Taimyah (661-728 H/1263-1328 M), Ibnu Khaldun
(732-808 H/1332-1404 M), Al Maghrizi (767-846 H/1364-1442 M), Abu Ishaq Al Shatibi
(1388 M), Abdul Qadir Jaelani (1169 M), Ibnul Qayyim (1350 M), dan
lain-lain.
c)
Periode
Ketiga (850-1350 H/1446-1932 M)
Dalam periode ketiga
ini kejayaan pemikiran, dan juga dalam bidang lainnya, dari umat Islam
sebenarnya telah mengalami penurunan. Namun demikian, terdapat beberapa
pemikiran ekonomi yang berbobot selama dua ratus tahun terakhir, Seperti Shah
Waliullah (1114-1176 M/1703-1762 M), Muhammad bin Abdul Wahab (1206 H/1787 M), Jamaluddin
al Afghani (1294 M/1897 M), Muhammad Abduh (1320 H/1905 M), Ibnu Nujaym (1562
M), dan lain-lain.
d)
Periode
Kontemporer (1930 –sekarang)
Era tahun 1930-an
merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam. Kemerdekaan
negara-negara muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong semangat para sarjana
muslim dalam mengembangkan pemikirannya Ahmad, Khurshid (1985 h. 9-11) membagi
perkembangan pemikiran ekonomi Islam kontemporer menjadi 4 fase sebagaimana
berikut:
1)
Fase Pertama
Pada pertengahan 1930-an
banyak muncul analisis–analisis masalah ekonomi sosial dari sudut syariah
Islam sebagai wujud kepedulian teradap dunia Islam yang secara umum
dikuasai oleh negara-negara Barat. Meskipun kebanyakan analisis ini
berasal dari para ulama yang tidak memiliki pendidikan formal
bidang ekonomi, namun langkah mereka telah membuka kesadaran baru tentang
perlunya perhatian yang serius terhadap masalah sosial ekonomi. Berbeda dengan
para modernis dan apologist yang umum berupaya untuk menginterpretasikan ajaran
Islam sedemikian rupa sehingga sesuai dengan praktek ekonomi modern, para ulama
ini secara berani justru menegaskan kembali posisi Islam
sebagai comperehensive way of life,
dan mendorong untuk suatu perombakan tatanan ekonomi dunia yang ada
menuju tatatan yang lebih Islami. Meskipun pemikiran-pemikiran ini masih
banyak membahas hal-hal elementer dan dalam lingkup yang terbatas,
namun telah menandai sebuah kebangkitan pemikiran Islam modern.
2)
Fase Kedua
Pada sekitar tahun
1970-an banyak ekonom muslim yang berjuang keras mengembangkan aspek tertentu
dari ilmu ekonomi Islam, terutama dari sisi moneter. Mereka banyak
mengetengahkan pembahasan tentang bunga dan riba dan mulai menawarkan
alternatif pengganti bunga. Kerangka kerja suatu perbankan yang
bebas bunga mendapat bahasan yang komperehensif. Berbagai pertemuan
internasional untuk pembahasan ekonomi Islam diselenggarakan untuk mempercepat
akselerasi pengembangan dan memperdalam cakupan bahasan ekonomi Islam.
Konferensi internasional pertama diadakan di Mekkah, Saudi Arabia pada tahun
1976, disusul Konferensi Internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi
Internasional Baru di London, Inggris pada tahun 1977, dua seminar Ilmu Ekonomi
Fiskal dan Moneter Islam di Mekkah (1978) dan di Islamabad, Pakistan (1981),
Konferensi tentang Perbankan Islam dan Strategi Kerjasama Ekonomi di
Baden-baden Jerman Barat (1982), serta Konferensi Internasional Kedua
tentang Ekonomi Islam di Islamabad (1983). Pertemuan yang
terakhir ini secara rutin tetap berlangsung (2001) dengan tuan rumah
negara-negara Islam. Sejak itu banyak karya tulis yang dihasilkan
dalam wujud makalah, jurnal ilmiah hingga buku.
3)
Fase Ketiga
Perkembangan pemikiran
ekonomi Islam selama satu setengah dekade terakhir menandai fase ketiga di mana
banyak berisi upaya-upaya praktikal-operasional bagi
realisasi perbankan tanpa bunga, baik di sektor publik maupun
swasta. Bank-bank tanpa bunga banyak didirikan, baik di negara-negara
muslim maupun di negara-negara non muslim, misalnya di Eropa dan Amerika.
Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan atas konsep bank tanpa bunga
yang digagas oleh para ekonom muslim dan karenanya terus disempurnakan langkah
ini menunjukkan kekuatan riil dan keniscayaan dari sebuah teori keuangan tanpa
bunga.
4)
Fase Keempat
Pada saat ini perkembangan
ekonomi Islam sedang menuju kepada sebuah pembahasan yang lebih integral dan
komperehensif terhadap teori dan praktek ekonomi Islam. Adanya berbagai
keguncangan dalam sistem ekonomi konvensional, yaitu kapitalisme dan
sosialisme, menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi implementasi
ekonomi Islam. Dari sisi teori dan konsep yang terpenting adalah
membangun sebuah kerangka ilmu ekonomi yang menyeluruh dan menyatu, baik dari
aspek mikro maupun makro ekonomi. Berbagai metode ilmiah yang baku banyak
diaplikasikan di sini. Dari sisi praktikal adalah bagaimana kinerja
lembaga ekonomi yang telah ada (misalnya bank tanpa bunga) dapat berjalan baik
dengan menunjukkan segala keunggulannya, serta perlunya upaya yang
berkesinambungan untuk mengaplikasikan teori ekonomi Islam. Hal-hal
inilah yang banyak menjadi perhatian dari para ekonom muslim saat ini.
Sedangkan menurut sumber
yang lain, sejarah perkembangan ekonomi Islam
dapat dibagi pada empat fase:
1.
Masa
Pertumbuhan
Masa pertumbuhan terjadi pada awal masa
berdirinya negara Islam di Madinah. Meskipun belum dikatakan sempurna sebagai
sebuah studi ekonomi, tapi masa itu merupakan benih timbulnya dasar ekonomi
Islam. Segala dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah sistem telah
dipraktekkan pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang sangat sederhana
sesuai dengan masanya. Lembaga keuangan seperti bank dan perusahan besar
tentunya belum ditemukan. Namun demikian lembaga moneter di tingkat
pemerintahan telah ada, yaitu berupa baitul mal. Perusahaanpun telah dipraktekkan
dalam skala kecil dalam bentuk musyarakah.
2.
Masa Keemasan
Setelah terjadi beberapa perkembangan
dalam kegiatan ekonomi, pada abad ke-2 Hijriyah para ulama mulai meletakkan
kaidah-kaidah bagi dibangunnya sistem ekonomi Islam di sebuah negara atau
pemerintahan. Kaidah-kaidah ini mencakup cara-cara bertransaksi (akad),
pengharaman riba, penentuan harga, hukum syarikah, pengaturan pasar, dan lain
sebagainya. Namun kaidah-kaidah yang telah disusun ini masih berupa pasal-pasal
yang tercecer dalam buku-buku fiqih dan belum menjadi sebuah buku dengan judul
ekonomi Islam.
3.
Masa Kemunduran
Dengan ditutupnya pintu ijtihad, maka dalam menghadapi
perubahan sosial, prinsip-prinsip Islam pada umumnya dan prinsip ekonomi
khususnya, tidak berfungsi secara optimal, karena para ulama seakan tidak siap
dan berani untuk langsung menelaah kembali sumber asli tasyri’ dalam menjawab
perubahan tersebut. Mereka lebih suka merujuk pada pendapat para imam mazdhab
terdahulu dalam mengistimbat suatu hukum, sehingga ilmu-ilmu keislaman lebih
bersifat pengulangan dari pada bersifat penemuan. Tradisi taklid ini
menimbulkan stagnasi dalam mendiscover ilmu-ilmu baru, khususnya dalam menjawab
hajat manusia di bidang ekonomi. Padahal ijtihad adalah sumber kedua Islam
setelah Al-Quran dan Sunnah. Dan pukulan telak terhadap Islam adalah ketika
ditutupnya pintu ijtihad tersebut.
4.
Masa Kesadaran
Sejak ditutupnya pintu ijtihad pada abad ke-15 H,
hubungan antara sebagian masyarakat dengan penerapan syariat Islam menjadi
renggang. Sebagaimana juga telah terhentinya studi tentang ekonomi Islam,
hingga sebagian orang telah lupa sama sekali bahkan ada sebagian pihak yang
mengingkari istilah “ekonomi Islam”. Ajaran Islam akhirnya terpojok pada
hal-hal ibadah mahdloh dan persoalan perdata saja. Lebih ironisnya lagi
sebagian hal itu pun masih jauh dari ajaran Islam yang benar.
Namun demikian, meskipun studi ilmiah modern dalam bidang ekonomi masih sangat terbatas, namun usaha-usaha telah dilakukan, antara lain:
Pertama, studi ekonomi mikro. Dalam hal ini studi terfokus pada masalah-masalah yang terpisah, seperti pembahasan tentang riba, monopoli, penentuan harga, perbankan, asuransi kebebasan dan intervensi pemerintah pada kegiatan ekonomi dan lain-lain.
Namun demikian, meskipun studi ilmiah modern dalam bidang ekonomi masih sangat terbatas, namun usaha-usaha telah dilakukan, antara lain:
Pertama, studi ekonomi mikro. Dalam hal ini studi terfokus pada masalah-masalah yang terpisah, seperti pembahasan tentang riba, monopoli, penentuan harga, perbankan, asuransi kebebasan dan intervensi pemerintah pada kegiatan ekonomi dan lain-lain.
Buah dari semaraknya studi-studi ekonomi
Islam ini membuahkan berdirinya bank-bank Islam, baik dalam skala nasional
maupun internasional. Dalam skala internasional misalnya, telah berdiri Islamic Development Bank (IDB/Bank
Pembangunan Islam). Dalam agreement
establishing the islamic Development Bank (anggaran dasar IDB) pada article
2 disebutkan bahwa salah satu fungsi dan kekuatan IDB pada ayat (xi) adalah
melaksanakan penelitian untuk kegiatan ekonomi, keuangan dan perbankan di
negara-negara muslim dapat sejalan dengan syari’ah. IDB juga telah memberikan
bantuan teknis, baik dalam bentuk mensponsori penyelenggaraan seminar-seminar
ekonomi dan perbankan Islam di seluruh dunia maupun dalam bentuk pembiayaan
untuk tenaga perbankan yang belajar di bank Islam serta tenaga ahli bank yang
ditempatkan di bank Islam yang baru berdiri.
Bukti lain maraknya pelaksanaan ekonomi Islam adalah laporan dari data yang diambil dari Directory Of Islamic Financial Institutions tahun 1988 terbitan IRTI/IDB bahwa sedikitnya telah 32 bank Islam berdiri di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Bila di Indoneisa banyak bank konvensional beralih bentuk ke bank syari’ah, berarti pertumbuhan bank syari’ah semakin cepat dan diminati oleh kalangan usahawan, belum lagi pertumbuhan bank syariah di negara lain dalam dekade ini, seperti di Malaysia dan negara-negara Islam lainnya.
Bukti lain maraknya pelaksanaan ekonomi Islam adalah laporan dari data yang diambil dari Directory Of Islamic Financial Institutions tahun 1988 terbitan IRTI/IDB bahwa sedikitnya telah 32 bank Islam berdiri di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Bila di Indoneisa banyak bank konvensional beralih bentuk ke bank syari’ah, berarti pertumbuhan bank syari’ah semakin cepat dan diminati oleh kalangan usahawan, belum lagi pertumbuhan bank syariah di negara lain dalam dekade ini, seperti di Malaysia dan negara-negara Islam lainnya.
C. Pengaruh Islam dalam
Perkembangan Akuntansi (Pra-Pemerintahan
Islam)
1. Pada
masa penyebaran Islam, peradaban manusia didominasi oleh Bangsa Persia dan
Bangsa Romawi.
2. Sebagian
besar daerah di Timur Tengah berada dalam jajahan Romawi dan menggunakan bahasa
negara jajahan seperti Sham (meliputi Siria, Lebanon, Jordania, Palestina,
Israel), sedang Iraq dijajah oleh Persia.
3. Perdagangan
Bangsa Arab
Mekkah terbatas ke Yaman pada musim dingin dan ke Sham pada musim panas.
D. Pengaruh Islam dalam Perkembangan Akuntansi (Pasca-Pemerintahan Islam)
1. Penyebaran
Islam menyebabkan penggunaan angka arab (adanya angka nol) meluas ke berbagai wilayah di dunia.
2. Kewajiban
mencatat transaksi tidak tunai mendorong umat Islam peduli terhadap pencatatan dan
menimbulkan tradisi pencatatan transaksi di kalangan umat. Hal ini mendorong berkembangnya
kerjasama (partnership).
3. Kewajiban membayar zakat telah mendorong:
a. Pemerintah
Islam membuat laporan keuangan periodik Baitul Maal
b. Pedagang
muslim mengklasifikasikan hartanya sesuai ketentuan zakat
dan membayarkan zakatnya jika telah memenuhi nishab dan haul.
4. Peran
akuntan penting dalam pengambilan keputusan terkait dengan kekayaan pemerintah
dan pedagang.
- Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
Di Indonesia, perkembangan pembelajaran dan pelaksanaan
ekonomi Islam juga telah mengalami kemajuan yang pesat. Pembelajaran tentang
ekonomi Islam telah diajarkan di beberapa perguruan tinggi negeri maupun
swasta. Perkembangan ekonomi Islam telah mulai mendapatkan momentum sejak
didirikannya Bank Muamalat pada tahun 1992. Berbagai Undang-Undangnya yang
mendukung tentang sistem ekonomi tersebutpun mulai dibuat, seperti UU Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia.
1.
Sejarah Berdirinya
Sebenarnya aksi maupun pemikiran tentang ekonomi
berdasarkan Islam memiliki sejarah yang amat panjang. Pada sekitar tahun 1911
telah berdiri organisasi Syarikat Dagang Islam yang beranggotakan tokoh-tokoh
atau intelektual muslim saat itu. Perkembangan ekonomi Islam yang semakin marak
ini merupakan cerminan dan kerinduan umat Islam di Indonesia ini khususnya
seorang pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis yang secara Islami dan diridhai
oleh Allah swt. Dukungan serta komitmen dari Bank Indonesia dalam
keikutsertaanya dalam perkembangan ekonomi Islam dalam negeripun merupakan
jawaban atas gairah dan kerinduan dan telah menjadi awalan bergeraknya
pemikiran dan praktek ekonomi Islam di Indonesia, juga sebagai pembaharuan
ekonomi dalam negeri yang masih penuh kerusakan ini, serta awal kebangkitan
ekonomi Islam di Indonesia maupun di seluruh dunia, misalnya di Indonesia
berdiri Bank Muamalat tahun 1992.
Pada awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia
yang berdampak besar terhadap goncangan lembaga perbankan yang berakhir
likuidasi pada sejumlah bank, Bank Islam atau Bank Syariah justru bertambah
semakin pesat. Pada tahun 1998, sistem perbankan Islam dan gerakan ekonomi Islam
di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat.
2.
Tantangan yang Harus dihadapi
Ekonomi Islam mendapat tantangan yang sangat besar pula.
Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi, yaitu: Pertama, ujian
atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuanganya. Kedua, bagaimana sistem
ekonomi Islam dapat meningkatkan dan menjamin atas kelangsungan hidup dan
kesejahteraan seluruh umat, dapat menghapus kemiskinan dan pengangguran di
Indonesia ini yang semakin marak, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri
yang masih terpuruk dan dinilai rendah oleh negara lain. Dan yang ketiga, mengenai
perangkat peraturan; hukum dan kebijakan baik dalam skala nasional maupun dalam
skala internasional. Untuk menjawab pertanyaan itu, telah dibentuk sebuah organisasi
yang bergerak dalam bidang tersebut yaitu organisasi IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi
Islam Indonesia).
Organisasi tersebut didirikan dimaksudkan untuk membangun
jaringan kerja sama dalam mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia baik secara
akademis maupun secara praktek. Dengan berdirinya organisasi tersebut,
diharapkan agar para ahli ekonomi Islam yang terdiri dari akademisi dan
praktisi dapat bekerja sama untuk menjalankan pendapat dan aksinya secara
bersama-sama, baik dalam penyelenggaraan kajian melalui forum-forum ilmiah
ataupun riset, maupun dalam melaksanakan pengenalan tentang sistem ekonomi Islam
kepada masyarakat luas.
KESIMPULAN
Secara umum kita bisa membagi sejarah perkembangan ekonomi Islam sebagai berikut:
- Periode Pertama/Fondasi (Masa awal Islam-450 H/1058 M)
- Periode Kedua (450-850 H/1058-1446 M)
- Periode Ketiga (850-1350 H/1446-1932 M)
- Periode Kontemporer (1930-sekarang)
Ada empat fase di dalam
perkembangan ekonomi kontemporer:
- Fase Pertama (pertengahan tahun 1930-an)
- Fase Kedua (sekitar tahun 1970-an)
- Fase Ketiga
- Fase Keempat
Di Indonesia, perkembangan pembelajaran dan pelaksanaan
ekonomi Islam juga telah mengalami kemajuan yang pesat. Berbagai
Undang-Undangnya yang mendukung tentang sistem ekonomi, antara lain Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dalam
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution, Mustafa Edwin,
dkk.2006.Pengenalan Ekslusif Ekonomi
Islam.Jakarta: Kencana.
[1] Salah satu bukunya dalam bidang kedokteran, Al-qanun fi al Thib, dipelajari selama
enam ratus tahun (dari abad XII sampai abad XVII) sebagai pelajaran dasar di
kedokteran di universitas-universitas tua di Eropa
[2]
Karya-karya al-ghazali, jumlahnya hampir 100 buah
dan pengaruhnya tidak terbatas hanya pada kalangan islami saja, tetapi juga
dipelajari oleh tokoh-tokoh agama Kristen. Salah satu kitabnya yang berjudul Maqashidul-falasifah yang berisi
ringkasan dari bermacam-macam ilmu filsafat, logika, metafisika, dan fisika,
telah diterjemahkan ke dalam babhasa latin oleh Dominicus Gundisalvus di akhir
abad XIIM.Lihat IsmailYakub, Sejarah
Ringkas Al-Ghazali dalam Ihya’ al-Ghazali.(Jakartaa:CV
Faizan,1983).jilid 1
[3]
fenomena yang menyedihkan ini telah banyak
dikemukakan oleh tokoh-tokoh islami kontemporer, seperti Shah Waliyullah,
Sayyid Ahmad Khan, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sir
Muhammad bin Nabi, Hassan Al-Bana, Isma’il Raji al-Faruqi, Naquib alattas, dan
lain-lain.
[4] Josheph Schumpeter, A History of Economic Analysis, (New York: Oxford University
Press,1954)
[5] Mukammad Anis Matta ,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Dalam Mustafa kemal(ed.), Wawasan Islami dan Ekonomi : sebuah Bung
Rampai, (Jakarta: LP-FEUI,1997),hlm91-92.
Alhamdulillah, salam kenal dari BANDA ACEH.
ReplyDelete